Foto Warga Venezuela Dalam Kekurangan Gizi
Venezuela, K24news Indonesia – Warga Venezuela meratap karena meratap karena terancam mengalami kekurangan gizi di tengah krisis berkepanjangan. Sementara Presiden Nicolas Maduro menolak bantuan asing.








Seputar Berita Terkini dan Terupdate SeIndonesia
Venezuela, K24news Indonesia – Warga Venezuela meratap karena meratap karena terancam mengalami kekurangan gizi di tengah krisis berkepanjangan. Sementara Presiden Nicolas Maduro menolak bantuan asing.
Jakarta, K24News Indonesia – Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, menyandera seorang Jurnalis stasiun tv Univision, Jorge Ramos, dan 5 awaknya selama lebih dari 2 jam. Hal itu terjadi hanya karena Maduro marah ketika disinggung soal kemiskinan dan keabsahannya memerintah negara itu dalam sebuah wawancara.
Seperti dilansir AFP, Selasa (26/2), Ramos tidak membeberkan kapan peristiwa itu terjadi. Dia menyatakan menggelar wawancara dengan Maduro di Istana Kepresidenan Miraflores.
Dalam wawancara itu, Ramos sempat memperlihatkan kepada Maduro soal gambar-gambar anak-anak Venezuela yang mengacak-acak tumpukan sampah untuk mencari makanan. Sesaat itu juga Maduro menghentikan wawancara.
“Saya juga bertanya apakah dia seorang presiden atau diktator, karena jutaan warga Venezuela tidak mengakuinya sebagai presiden yang sah,” kata Ramos.
Ramos juga mengutarakan tudingan yang disampaikan pemimpin oposisi Juan Guaido, yang menyatakan Maduro bisa menang pemilihan umum karena curang.
“Kami ditahan selama nyaris 3 jam di Istana Kepresidenan,” kata Ramos.
Ramos kemudian mengontak kantornya. Stasiun tv Univision yang berbahasa Spanyol dan berbasis di Amerika lantas menerbitkan keterangan.
“Maduro tidak suka dengan pertanyaan ketika wawancara dan kemudian menghentikan rekaman, menyita peralatan, dan menahan 6 jurnalis, Seluruh kru Univision Noticias dibebaskan setelah nyaris 3 jam ditahan di Istana Kepresidenan,” demikian isi pernyataan Univision.
Ramos dan kelima awaknya saat ini sudah kembali ke hotel. Namun, peralatan mereka masih disita oleh Maduro. Dia hanya berharap Maduro menyerahkan seluruh peralatannya dan mereka bisa kembali ke Miami, Florida pada Kamis mendatang.
Peristiwa itu juga diketahui Guaido. Dia lantas mencuit melalui Twitter mendukung Ramos dan mencibir Maduro.
“Putus asa selalu bertambah setiap hari. Dia sampai tidak bisa menjawab pertanyaan itu,” cuit Guaido.
Kementerian Luar Negeri AS juga menyatakan mengetahui perihal ‘penyanderaan’ Ramos dan awaknya oleh Maduro. Mereka juga meminta seluruhnya dibebaskan.
“Kami mendesak supaya mereka segera dibebaskan, seluruh dunia memperhatikan,” cuit Kemenlu AS.
Krisis politik Venezuela sampai saat ini belum juga berakhir. Hal ini dipicu oleh sikap Guaido yang secara aklamasi menyatakan sebagai pemimpin interim Venezuela. Dia melakukan itu dengan alasan Maduro gagal memenuhi janji untuk menggelar pemilihan umum dalam waktu yang sudah ditetapkan.
Krisis ini juga imbas dari kejatuhan ekonomi akibat inflasi yang tidak terkendali. Alhasil, nilai mata uang Venezuela ambruk dan memicu tingkat kemiskinan melonjak. Rakyat juga tidak bisa membeli barang-barang kebutuhan pokok yang mengakibatkan kerusuhan.
Akhir pekan lalu sejumlah penduduk di perbatasan bahkan sempat bentrok dengan aparat demi mendapatkan kiriman bantuan dari sejumlah negara yang tertahan.
Saat ini Guaido juga sedang berkunjung ke Kolombia untuk menemui Menlu AS, Mike Pompeo. Keduanya disebut bakal membahas soal cara menumbangkan Maduro. Akan tetapi, militer Venezuela menyatakan tetap setia kepada Maduro.
Jakarta, K24news Indonesia – Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengumumkan Sabtu bahwa dia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kolombia. Keputusan ini diambil setelah Kolombia itu mendukung pemimpin oposisi Juan Guaido dalam upayanya untuk membawa bantuan kemanusiaan ke negara itu.
“Saya telah memutuskan untuk memutuskan semua hubungan politik dan diplomatik dengan pemerintah fasis Kolombia, kata Maduro dalam sebuah demonstrasi besar-besaran para pendukungnya di ibu kota Caracas, dikutip dari AFP, Minggu (24/2).
Dia memberi waktu 24 jam bagi diplomat Kolombia untuk meninggalkan negara itu. “Keluar dari sini, oligarki!” dia berkata.
Sementara itu, dikutip dari Reuters, 1 truk dalam konvoi yang berusaha membawa bantuan kemanusiaam ke Venezuela dari Kolombia terbakar pada hari Sabtu waktu setempat. Belum diketahui penyebab truk tersebut terbakar dan apakah ada korban jiwa.
Meski 1 truk terbakar, kerumunan orang tetap mengeluarkan kotak-kotak persediaan logistik dari truk yang lain.
Sebelumnya bantuan logistik untuk kemanusiaan datang dari AS. Sebuah pesawat yang membawa pasokan bantuan makanan dan medis dari AS untuk Venezuela dikabarkan telah mendarat di Pulau Curacao, Karibia, pada Kamis (21/2).
Bantuan itu tetap dikirimkan ke Venezuela meski Presiden Maduro berkeras akan memblokir bantuan-bantuan tersebut. Apalagi Maduro juga telah menutup sejumlah perbatasan dengan negara tetangga, seperti Brasil.
Rakyat Venezuela Tuntut Kebebasan di Konser Kemanusiaan Warga Venezuela saat turun ke jalan untuk menolak pemerintahan Nicolas Maduro beberapa waktu lalu.
Jakarta, K24News Indonesia – Ribuan orang disebut berduyun-duyun menghadiri konser kemanusiaan Venezuela yang diadakan di perbatasan Venezuela-Kolombia pada Jumat (22/2).
Mereka meneriakkan slogan kebebasan, menyerukan bahwa pemerintah resmi akan segera jatuh ketika menunggu konser dimulai sembari mengibarkan bendera Venezuela.
“Kita harus memecahkan kebuntuan, mengakhiri krisis kemanusiaan,” kata Richard Branson selaku pengorganisir konser sebelum acara tersebut dimulai.
Branson berharap dirinya dapat mengumpulkan $100 juta dalam waktu 60 hari ke depan melalui sumbangan internet. Saat ini, bantuan yang sudah terkumpul masih tertahan di Kolombia, Brasil dan Pulau Karibia Curacao lantaran blokade yang dilakukan Presiden Nicolas Maduro.
Kontras dengan kemeriahan konser, ratusan meter di sisi perbatasan Venezuela di Urena, konser saingan yang diadakan Maduro terlihat sepi. Panggung telah dibangun, militer berjaga ketat.
Di awal pekan, Maduro mengumumkan dirinya menyelenggarakan konser ‘Hands Off Venezuela’ selama 3 hari ke depan. Sejauh ini, masih sangat sedikit detail konser yang telah diumukan.
Maduro pun memperingatkan para pesohor yang ambil bagian dalam konser kemanusiaan karena dianggapnya melakukan kejahatan.
“Semua artis yang bernyanyi di Kolombia harus tahu bahwa mereka melakukan kejahatan, mereka mendukung intervensi militer,” katanya, Kamis (21/2).
Presiden Kolombia Ivan Duque, Presiden Chili Sebastian Pinera dan Presiden Paraguay Mario Abdo disebut akan hadir memberi dukungan di akhir konser.
Melansir AFP, bantuan kemanusiaan menjadi fokus perebutan kekuasaan antara Presiden Nicolas Maduro dan pemimpin oposisi Juan Guaido, yang telah diakui sebagai pemimpin sementara oleh lebih dari 50 negara.
Konser kemanusiaan ini bertujuan agar blokade bantuan internasional untuk rakyat Venezuela dihentikan. Sebelumnya, 2 orang dinyatakan terbunuh dan 15 lainnya mengalami luka dalam bentrokan dengan tentara Venezuela yang ditugaskan menutup titik masuk bantuan di perbatasan Brasil.
Jakarta, K24News Indonesia – Pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido menghadiri konser kemanusiaan yang digelar di perbatasan Kolombia, Jumat (22/2). Konser yang dihadiri ribuan orang itu merupakan bentuk dorongan agar bantuan segera diberikan sehingga krisis kemanusiaan berakhir.
Kedatangan Guaido bisa dibilang sebagai kejutan karna dia tidak diprediksi hadir. Apalagi pemerintah menyerukan larangan resmi baginya untuk meninggalkan Venezuela dan menghadiri konser di Kolombia yang diselenggarakan oleh pebisnis Inggris, Richard Branson itu.
Branson yang juga pemilik Virgin Air itu berharap bisa mengumpulkan dana bantuan kemanusiaan sampai sekitar US$100 juta selama 60 hari kedepan, lewat konser bertajuk ‘Venezuela Aid Live’ dan donasi visa internet.
Selama ini bantuan terus terkucur dari mana-mana, namun tertahan di Kolombia dan Brasil karena kebijakan Presiden Venezuela.
Nicolas Maduro sang presiden memblokade segala bantuan, termasuk makanan yang masuk. Yang terbaru, Kamis (21/2) kemarin dia memerintahkan agar perbatasan Brasil ditutup. Maduro juga menyebut Amerika Serikat tengah merencanakan intervensi militer terhadapnya.
Branson menyebut ada sekitar 300 ribu warga Venezuela yang membutuhkan makanan dan obat-obatan setelah bertahun-tahun berada dalam krisis, bahkan malnutrisi.
“Kita harus menembus kebuntuan, mengakhiri krisis kemanusiaan,” ujar Branson kepada khalayak yang menghadiri konsernya, sebelum seorang penyanyi Venezuela memulai aksi.
Konser itu tidak hanya diselenggarakan di perbatasan Venezuela-Kolombia, tetapi juga disiarkan di internet, termasuk lewat YouTube. Penampilannya termasuk penyanyi Luis Fonsi yang beberapa waktu lalu terkenal lewat Despacito. Presiden Kolombia Ivan Duque, Presiden Chili Sebastian Pinera dan Presiden Paraguay Mario Abdo dijadwalkan menutup konser.
Perwakilan Amerika Serikat, Elliott Abrams juga hadir dalam konser Jumat kemarin. Dia bergabung dengan pesawat yang membawa bantuan makanan dan obat-obatan. Kehadirannya pun mewakili tekanan internasional terhadap Maduro. Dia berkomentar soal kondisi Venezuela.
Lihat juga: Pembelot Maduro: 90 Persen Militer Venezuela Sengsara
“Kemanusiaan dan kondisi sosial ekonomi di Venezuela saat ini sangat buruk. Ada kebutuhan yang sangat tinggi untuk makanan, barang-barang pokok, dan masyarakat internasional merespons itu,” ujarnya, seperti dikutip dari AFP.
Krisis makanan dan tertahannya bantuan sampai mengakibatkan kematian. Beberapa saat sebelum konser, diberitakan AFP, seorang perempuan dan suaminya terbunuh di perbatasan Brasil. Mereka, bersama anggota komunitas Pemon berusaha mencegah prajurit Venezuela ‘menyentuh’ bantuan makanan untuk mereka. Belasan orang luka dalam kejadian itu.
Maduro juga mengadakan konser tandingan, dengan menampilkan artis-artis dari Venezuela dan Kuba. Konser Maduro dimulai beberapa jam setelah konser yang digagas Branson. Lokasinya juga tidak jauh, hanya beberapa ratus meter dari konser Branson.
Maduro sendiri tidak terlihat dalam konser yang digagasnya itu. Konser pun terlihat lebih sepi, hanya dihadiri sekitar 2.500 orang.
Kelompok oposisi Venezuela beradu argumentasi dengan aparat keamanan yang menghambat konvoi menuju Kolombia.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro menutup perbatasan negaranya dengan Brasil, Kamis (21/2), seiring polemik tentang bantuan kemanusiaan dari luar negeri.
Pemimpin berhaluan kiri yang kini tengah diserang itu mengumumkan kebijakan tersebut melalui siaran televisi. Maduro berkata, dia juga mempertimbangkan penutupan jalur keluar menuju Kolombia untuk menghentikan gerak-gerik oposisi.
Dalam pengumuman itu, Maduro membantah krisis sedang terjadi di Venezuela. Dia menuding kiriman bantuan kemanusiaan merupakan bagian dari siasat Amerika Serikat.
Saat pengumuman itu dipaparkan, orang nomor 1 di kelompok penentang Maduro, Juan Guaido, memimpin konvoi dari ibu kota Venezuela, Caracas, menuju perbatasan Kolombia.
Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai pimpinan sementara di tengah protes anti-pemerintah akhir januari lalu. Klaim Guaido itu diakui sejumlah negara.
Didampingi Menteri Pertahanan, Vladimir Padrino Lopez, dan sejumlah petinggi militer lainnya, Maduro mengumumkan bahwa perbatasan menuju Brasil akan ditutup penuh hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Maduro juga berkata, “Saya tidak ingin mengambil keputusan seperti ini, tapi saya akan mempertimbangkan pula penutupan penuh perbatasan dengan Kolombia.”
Bantuan kemanusiaan yang dikirim ke Venezuela, kata Maduro, merupakan upaya AS mendelegimitasi pemerintahannya. AS disebutnya juga berupaya mengambil secara ilegal cadangan minyak bumi Venezuela.
Sebelumnya Venezuela menutup perbatasan laut dan darat mereka dengan Curacao, kepulauan Karibia di utara Venezuela yang hendak dijadikan pusat penampungan bantuan kemanusiaan AS.
Presiden Brasil dari kelompok sayap kanan, Jair Bolsonaro, adalah salah satu pimpinan negara yang mengakui klaim Guaido sebagai pimpinan sah Venezuela.
Bolsonaro juga menyetujui rencana penundaan pemilu Venezuela.
Juru bicara Bolsonaro, Jenderal Otávio Régo Barros, menyebut melalui kerja sama AS, bantuan obat dan makanan akan tersedia di kotak Pacaraima yang berada di perbatasan Venezuela-Brasil.
Barros berkata, bantuan itu dapat segera diangkut oleh ‘pemerintahan di bawah Guaido’.
“Brasil mengambil bagian dalam insiatif internasional penting ini untuk membantu pemerintahan Guaido dan masyarakat Venezuela,” kata Barros.
Guaido menyebut sekitar 600 ribu sukarelawan menyatakan kesediaan untuk mengambil bantuan itu, Sabtu besok.
#Vídeo Hoy salieron desde los #CEAC de La Guaira hacia Cúcuta 20.600 cajas #CLAP elaboradas por nuestro Gobierno Bolivariano. Esta es la verdadera ayuda humanitaria de Venezuela en solidaridad con las comunidades del Departamento Norte de Santander. #ProducciónActivaParaElPueblo pic.twitter.com/NV8S2y4q23
— Luis Medina Ramírez (@LuisMedinaRa) February 21, 2019
Sementara itu, di tengah konvoinya, kelompok oposisi terlibat baku hantam dengan aparat keamanan Venezuela. Gas air mata ditembakkan aparat ketika konvoi bus dan mobil itu dihentikan di kawasan barat Karakas.
Meski begitu, iring-iringan tersebut tetap dapat melanjutkan perjalanan mereka.
Guaido dan sekutunya berharap mengumpulkan makanan dan obat-obatan dalam pergulatan mereka melawan Maduro.
Adapun angkatan bersenjata Venezuela sejauh ini mampu menghalangi kedatangan bantuan AS yang masuk lewat perbatasan Kolombia.
Walau membantah terjadinya krisis kemanusiaan, pekan ini Maduro mengumumkan bahwa bantuan Rusia seberat 300 ton tengah dalam perjalanan menuju Venezuela.
Lebih dari 3 juta penduduk Venezuela melarikan diri dari negara mereka beberapa tahun terakhir. Penyebabnya, menurut PBB, adalah hiperinflasi dan kelangkaan bahan pokok seperti makanan dan obat.
Maduro yang naik ke tampuk kepresidenan tahun 2013 dihujani kritik, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional. Dia dianggap tidak mampu mengatasi krisis ekonomi yang terjadi.
Konvoi utu diperkirakan akan menempuh perjalanannya sekitar 800 hingga 900 km ke perbatasan Kolombia, tepatnya ke Cucuta, kota yang menjadi pusat penampungan bantuan asing.
“Terkonfirmasi, konvoi terus berlanjut,” kata salah satu juru bicara Guaido sekaligus anggota parlemen dari kubu oposisi, Yanet Fermin, kepada kantor berita AFP.
“Kami tahu rezim ini akan mengerahkan segala hambatan untuk mencegah kami mencapai perbatasan.”
“Tapi tidak ada yang dapat menghentikan kami. Kami akan meneruskan perjalanan,” kata Fermin.
Sementara itu, pemerintah Venezuela mengumumkan rencana mereka mengirim sekitar 20 ribu kotak makanan ke perbatasan Kolombia.
Sebuah video yang diunggah ke Twitter oleh Menteri Pangan, Luis Medina Remirez, menunjukkan beberapa truk kargo.
Pebisnis ternama Inggris, Richard Branson, mengorganisir konser di kawasan perbatasan Jembatan Tienditas, di sisi Kolombia. Seluruh keuntungan dalam konser itu disebut bakal didonasikan kepada Venezuela.
Badan bernama Venezuela Aid Live, kata Branson, dibentuk atas permintaan Guaido dan pimpinan oposisi lainnya, Leopoldo Lopez.
Sekitar 250 ribu orang diperkirakan akan menghadiri konser musik tersebut. Sementara uang yang dikumpulkan diprediksi mencapai US$100 juta (Rp1,4 triliun).
Kantor berita Reuters menyebut dana itu akan digunakan untuk membeli bantuan obat serta makanan bagi warga Venezuela.
Adapun, pemerintah Venezuela dilaporkan tidak mau kalah dengan rencana tersebut. Mereka mendirikan panggung sekitar 300 meter dari lokasi konser itu.
Dihadapan massa pendukungnya di Caracas, Guaido juga mengatakan bahwa “perampas kekuasaan (Maduro) harus pergi”.
Sebelumya, Nicolas Maduro mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak akan mengizinkan bantuan makanan dan obatan karena itu adalah cara bagi AS untuk membenarkan upaya intervensinya.
AS dan sebagian besar negara Barat telah mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Maduro, yang didukung Rusia dan China, berada dalam tekanan yang makin membesar agar digelar pemilu prsiden di tengah memburuknya krisis ekonomi dan tuduhan korupsi yang meluas dan pelanggaran HAM.
Guaido mengatakan kepada para pendukungnya di ibukota bahwa bantuan kemanusiaan akan didatangkan ke Venezuela pada 23 Februari.
“Hampir 300.000 orang warga Venezuela akan mati jika bantuan tidak masuk. Ada hampir 2 juta orang yang kesehatannya terancam,” katanya.
Pekan lalu, truk pertama yang membawa bantuan kemanusiaan AS untuk Venezuela tiba di kota Cucuta di perbatasan Kolombia-Venezuela.
Truk itu diparkir dekat jembatan Tienditas, yang sejauh ini tetap diblokir oleh militer Venezuela.
Dalam wawancara dengan wartawan BBC Orla Guerin, Maduro menyebut pemerintahan Presiden AS Donald Trump sebagai “gerombolan ekstrimis” dan menuduh AS sebagai penyebab krisis di negaranya.
Dia juga menegaskan tidak akan mengizinkan bantuan kemanusiaan AS ke Venezuela.
“Mereka adalah penghasut perang demi menguasai Venezuela,” katanya.
“Apa itu logis, apakah beralasan, untuk mengulang pemilu?” Maduro bertanya balik.
Hubungan AS-Venezuela makin memburuk setelah pemerintahan Donald Trump menjadi salah satu negara pertama yang mendukung Guaido sebagai pemimpin sementara.
Sebagai tanggapan, Venezuela memutuskan hubungan diplomatik dengan AS. Sementara Trump mengatakan penggunaan militer tetap menjadi salah satu “Pilihan”.
AS, yang menuduh pemerintah Maduro melakukan pelanggaran HAM dan Korupsi, juga mendorong dunia internasional untuk menekan Maduro agar turun dari kursi presiden.
Trump telah menerapkan serangkaian sanksi terhadap perusahaan minyak BUMN Venezuela, PDVSA, dengan tujuan menekan sumber pendapatan utama Venezuela.
Venezuela amat tergantung pada AS di bidang perminyakan mengingat sebanyak 41 % ekspor minyak Venezuela dikirim ke AS.
Dalam beberapa tahun terakhir AS telah membekukan aset Maduro di AS, membatasi akses Venezuela ke pasar AS, serta memblokir transaksi terhadap mereka yang terlibat dalam perdagangan emas negara itu.
Selama bertahun-tahun rakyat Venezuela menghadapi kekurangan bahan-bahan pokok seperti obatan dan makanan.
Sebanyak 3 juta orang, atau 10% dari total populasim telah meninggalkan negara itu semenjak ekonominya memburuk pada tahun 2014, menurut PBB.
Maduro, yang berkuasa sejak 2013m terpilih kembali untuk masa jabatan kedua melalui pemilu tahun lalu.
Namun pemilu itu diwarnai kontroversi, karena banyak kandidat oposisi dilarang mencalonkan diri atau dipenjara, dan diklaim ada kecurangan selama pemilu.
Dan, ketua Majelis Nasional yang dikendalikan tokoh oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pada 23 Januari.
Guaido mengatakan konstitusi memungkinkan dia mengambil alih kekuasaan sementara ketika kehadiran Maduro sebagai presiden dianggap tidak sah.
Pembelot Maduro: 90 Persen Militer Venezuela Sengsara Kolonel Venezuela Rubben Paz Jimenez menyatakan dukungan kepada Parlemen Majelis Nasional Juan Guaido, dan membelot dari Presiden Nicolas Maduro. (REUTERS/Carlos Eduardo Ramirez).
Jakarta, K24News Indonesia – Kolonel sekaligus dokter militer Venezuela Rubben Paz Jimenez menyatakan dukungannya kepada Presiden Majelis Nasional Juan Guaido, sebagai pemimpin sah Venezuela. Pernyataan itu menjadi tindakan membelot dari Presiden Nicolas Maduro.
Jimenez mengatakan sebagian besar personel militer hidup tidak bahagia dan hanya dijadikan ‘alat’ yang dimanfaatkan Maduro untuk mempertahankan kekuasaannya.
“90% dari kami di angkatan bersenjata sangat tidak bahagia. Kami hanya dimanfaatkan untuk mempertahankan rezim,” kata Jimenez melalui sebuah video yang tersebar, Sabtu (9/2).
Dalam video itu, Jimenez juga mendesak militer untuk membuka akses bantuan kemanusiaan yang kabarnya diblokade angkatan bersenjata Venezuela.
Militer disebut memblokade jembatan Tienditas dengan memarkirkan sebuah truk tangki dan truk kontainer besar, sehingga menghalangi lalu lintas di jembatan itu.
Blokade itu membuat banyak bantuan kemanusiaan asing, terutama dari Amerika Serikat, tertahan di Cucuta. Kolombia, yang berbatasan langsung dengan Urena, Venezuela.
Blokade bantuan dilakukan militer seiring dengan kepemimpinan Maduro yang kian tersudut. Terutama setelah puluhan negara barat dan Amerika Latin berbondong-bondong mendukung Guaido sebagai pemimpin yang sah.
Maduro bersumpah tidak akan membuka akses kemanusiaan ke Venezuela. Dia berdalih akses bantuan kemanusiaan hanya memperbesar peluang pihak asing, terutama AS, menginvasi negaranya.
“Tidak ada yang akan masuk, tidak ada tentara yang menyerang,” katanya seperti dikutip AFP, Minggu (10/2).
Pernyataan itu diucapkan Maduro setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka opsi militer terhadap Venezuela jika dia tidak kunjung mundur demi mengakhiri krisis politik di negara tersebut.
Dalam wawancara dengan salah satu saluran televisi Spanyol pekan lalu, Maduro memperingatkan bahwa Trump berisiko menodai ‘tangannya sendiri dengan darah’ jika AS memutuskan tetap mengerahkan militer ke Venezuela.
Meski tertekan, Maduro masih mendapatkan dukungan setia dari militernya dan sejumlah negara sekutu, Seperti Kuba, Rusia, China, hingga Turki.
Selain Jimenez, sejumlah pejabat militer, seperti atase militer Venezuela di AS, Jose Luis Silva, juga telah menyatakan diri membelot dari Maduro dan Mendukung Guaido.
Pemimpin Komando Selatan AL AS menyebut tentara Venezuela kelaparan layaknya masyarakat negara itu yang kini masih menghadapi krisis ekonomi berkepanjangan.
Pemimpin Komando Selatan (SOUTHCOM) Angkatan Laut Amerika Serikat, Craig Faller, menyebut tentara Venezuela kelaparan layaknya masyarakat negara itu yang kini masih menghadapi krisis politik dan ekonomi berkepanjangan.
“Anggota tentara kelaparan sama seperti populasi (penduduk Venezuela),” kata Faller saat bersaksi di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat pada Kamis (7/2).
Faller mengatakan dirinya telah mengunjungi perbatasan Kolombia-Venezuela, dimana kapal medis USNS Comfort memberi pertolongan kemanusiaan.
Merujuk pada kondisi tentara Venezuela, dia mengklaim melihat “sejumlah personel” yang kehilangan berat badan sebanyak 13,5 kilogram dalam waktu setahun.
“Mereka sangat kurus, mereka tidak pernah memperhatikan kesehatan medis mereka. Kami pikir kondisi ini mempengaruhi sejumlah besar populasi dan kami anggap rakyat siap untuk mendapat pemimpin baru,” kata Faller.
Faller juga menyebut militer Venezuela “pasukan yang tergedradasi” atau “terhina”. Meski begitu, kesetiaan militer Venezuela terhadap Presiden Nicolas Maduro, katanya, patut diwaspadai.
Menurut Faller, AS hingga kini masih terus memantau Venezuela secara ketat dan siap menjaga misi diplomatik. Serta personel militer lainnya yang masih berada di negara Amerika Latin itu “jika dibutukan”.
Meski Presiden Donald Trump menyatakan intervensi militer ke Venezuela menjadi opsi, Faller mengatakan pihaknya masih terus mendukung upaya diplomatik dalam menangani krisis.
Dia mengatakan Washington tengah menunggu tanda kesetiaan militer terhadap Maduro “retak tanpa menjelaskan lebih detail.
Krisis politik Vemezuela semakin pelik terutama setelah Presiden Majelis Nasional, Juan Guaido. Mendeklarasikan diri sebagai pemimpin interim Venezuela dan menantang rezim Maduro.
Sejak itu, kepemimpinan Maduro terus berada di tengah tekanan lantaran puluhan negara barat dan Amerika Latin berbondong-bondong mendukung Guaido sebagai pemimpin sah venezuela.
Meski tertekan, Maduro masih mendapatkan dukungan setia dari militernya dan sejumlah negara sekutu seperti Kuba, Rusia, China, hingga Turki.
K24News – Mahkamah Agung Venezuela melarang pemimpin oposisi Juan Guaido meninggalkan negara itu dan membekukan rekening banknya.
Langkah ini dilakukan di tengah perebutan kekuasaan yang makin memanas, setelah Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pekan lalu.
Guadino mendapatkan dukungan AS dan sejumlah negara lainnya, sementara Presiden Nicolás Maduro didukung negara-negara sekutunya, termasuk Rusia.
Sementara itu, sejumlah negara di Amerika Utara dan Selatan menentang usulan pelibatan pasukan militer untuk menyelesaikan kemelut politik di negara itu.
Menteri Luar negeri Peru, Nestor Popolizio mengatakan Kelompok 5 – yang beranggotakan 14 Negara, termasuk Kanada. Yang didirikan pada 2017 dan mendukung solusi damai dalam mengatasi krisis di Venezuela – menentang “intervensi militer”.
Sebelumnya, sejumlah pejabat AS menyatakan sudah mempersiapkan semua opsi penyelesaian krisis Venezuela.
Krisis ekonomi yang menghantam Venezuela melahirkan kemarahan rakyat melalui unjuk rasa yang berujung kekerasan dalam beberapa pekan terakhir.
Unjuk rasa itu mulai merembet keseluruh negeri sejak Maduro kembali berkuasa pada 10 Jan lalu setelah meraih kemenangan dalam pemilu kontroversial yang ditolak kubu oposisi.
Setidaknya 40 orang diyakini tewas dan ratusan orang lainnya ditangkap sejak 21 Jan, kata PBB.
Hiperinflasi dan kelangkaan bahan kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan obat-obatan, mengakibatkan jutaan orang warga Venezuela meninggalkan negerinya.
Mahkamah Agung, yang setia kepada Maduro, dengan cepat menyetujui permintaan Jaksa Agung Tarek William. Selasa lalu, yang memintanya mengambil “Tindakan pencegahan” terhadap Guaido.
Pemimpin oposisi itu “dilarang meninggalkan negeri itu” sampai penyelidikan tingkat awal selesai setelah dia dituduh “mengusik perdamaian”, kata ketua MA Maikel Moreno.
Sebagai pemimpin lembaga legislatif Majelis Nasional, Guaido memiliki kekebalan dari tuntutan hukum kecuali ada keputusan dari lembaga hukum tertinggi di negara itu.
Berbicara kepada Wartawan ketika tiba di gedung Parlemen, pemimpin oposisi itu mengatakan upaya pencegahan atas dirinya “bukan hal baru”.
“Saya tidak abaikan ancaman, atau penganiayaan yang kami alami, tetapi kami disini , akan terus melanjutkan aksi kami,” katanya.
Keputusan pencegahan atas Guaido muncul setelah AS mengatakan telah menyerah kendali atas aset keuangan Venezuela di AS kepada Guaido, yang dianggap sebagai presiden yang sah.
Menanggapi perkembangan terbaru di Venezuela, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton mengeluarkan cuitan di akun Twitternya bahwa akan ada “Konsekuensi serius bagi mereka yang berusaha menumbangkan demokrasi dan membahayakan Guaido”.
We denounce the illegitimate former Venezuelan Attorney General’s threats against President Juan Guaido. Let me reiterate – there will be serious consequences for those who attempt to subvert democracy and harm Guaido.
— John Bolton (@AmbJohnBolton) January 29, 2019
Guaido mengatakan konstitusi memungkinkan dia, sebagai ketua Majelis Nasional, mengambil alih kekuasaan sementara ketika presiden tidak memiliki legitimasi.
“Tugas saya adalah menyerukan adanya pemilu yang bebas, karena ada penyalahgunaan kekuasaan dan kami hidup dalam kediktatoran,” kata Guaido kepada BBC, Senin.
Dia menambahkan: “Di Venezuela, kami ditindas secara total, mengalami penyiksaan… dari rezim Maduro, atau kami memilih kebebasan, demokrasi dan kemakmuran bagi rakyat kami.
Guaido mengatakan pemerintahan Maduro “telah membunuh kaum muda yang miskin” di jalanan.
Pada hari Senin, Bolton mengumumkan penerapan serangkaian sanksi terhadap perusahaan minyak BUMN Venezuela, PDVSA.
Sanksi itu diterapkan agar uang hasil penjualan minyak Venezuela tak akan jatuh kepada pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. “Agar Maduro tidak lagi dapat menjarah aset rakyat Venezuela”.
Ditanya apakah Presiden AS Donald Trump menyiapkan keterlibatan militer di Venezuela, Bolton menjawab: “Presiden telah menjelaskan bahwa semua opsi ada diatas meja”.
Selagi Bolton menghadiri jumpa pers, sejumlah wartawan melihat sebaris tulisan tangan pada buku catatannya.
“5.000 tentara ke Kolombia,” demikian bunyi tulisan itu, walau tidak sepenuhnya jelas apa maknanya.
Pada Selasa, Menteri Pertahanan sementara AS Patrick Shanahan menolak berkomentar saat ditanya apakah Pentagon mempertimbangkan mengirim pasukan. “Saya belum membicarakan hal itu dengan Bolton,” katanya kepada wartawan.
Pada hari yang sama, AS meminta agar warga AS tidak melakukan perjalanan ke Venezuela karena “Kerusuhan sipil”, infrastruktur kesehatan yang buruk, dan penangkapan dan penahanan sewenang-wenang terhadap warga AS”.
Lebih dari 20 negara telah mengikuti langkah AS dalam mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela. Tidak sedikit anggota Uni Eropa yang menyerukan digelar pemilu ulangan.
Namun demikian, sejumlah negara seperti Rusia, Cina, Meksiko dan Turki menyatakan secara terbuka bahwa mereka mendukung Maduro.
Pada Selasa, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov mengatakan bahwa sanksi AS melanggar “semua norma internasional” dan “berjanji untuk melakukan segala upaya untuk mendukung pemerintah Presiden Maduro yang sah”.