Seputar Berita Terkini dan Terupdate SeIndonesia

Ma’ruf: Sistem Khilafah Bukan Di Tolak Tapi Tertolak Di NKRI

Ma'ruf

Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Semarang, K24 news Indonesia – Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa sistem Khilafah tak bisa masuk ke Indonesia bukan karena ditolak namun tertolak karena lalu ada kesepakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kalau ditolak, bisa masuk tapi ditolak. Kalau tertolak tidak bisa masuk karena kita punya kesepakatan, NKRI,” kata Ma’ruf saat memberikan sambutan dalam acara Musyawarah bersama MUI, DMI, BWI, Baznas, IPHI Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bakti Praja, Semarang, Jumat (13/12).

Menurut Ma’ruf, NKRI adalah sebuah kesepakatan sehingga tidak bisa diganggu oleh pemikiran lain.

Lihat juga: Tito Karnavian Sindir Pemda ‘Endapkan’ APBD Hingga Rp2 Triliun di Bank

“Jangan ada yang bawa pikiran di luar Negara Uni Republik Indonesia. NKRI berakhir final,” kata Ma’ruf.

Ma’ruf mengatakan sebuah negara tidak harus berbentuk Khilafah untuk menjadi islami. Islami menurutnya bisa ada dalam sistem republik. kerajaan atau keamiran dalam sebuah negara.

“Khilafah itu Islam, karena ada Khilafah Abbasiyah, Khilafah Usmaniah,” katanya.

Lihat juga: Cuaca Buruk, 2 Pesawat Hampir Tidak berhasil Mendarat di Tarakan

Ia mencontohkan Saudi Arabia secara kerjaaan Islami. Sementara negara yang berwujud keamiran dan Islami merupakan Kuwait, Qatar dan Uni Emirat Arab.

Republik juga Islami, selain Indonesia ada Mesir, Turki. Jadi kalau soal Islami ya semua Islami,” jelas Ma’ruf.

Munculnya Intoleran dan radikalisme yang muncul di Indonesia saat ini, dikatakan Ma’ruf, tidak lain disebabkan karena ego dan fanatisme kelompok. Padahal, diseluruh kitab suci agama apapun, tidak ada yang mengajarkan untuk intoleran.

“Di dalam kitab beda agama pun kita diajarkan toleran. Lakum dinukum Waliyadin,” kata Ma’ruf.

Abu Bakar Ba’asyir Akan ‘Pilih Bertahan Di Penjara Dan Tolak Bebas Syarat’

Abu Bakar Ba'asyir

K24News – Pengacara Abu Barak , Achmad Michdan, mengatakan bebas bersyarat sudah didapatkan kliennya sejak 13 Des 2018. Dan bahwa Abu akan teguh pada pendiriannya (menolak bebas bersyarat)”.

“Gak ada urusannya saya, mau ditahan besok, lusa, sampai seterusnya, gak ada masalah buat beliau, kan selalu bilang begitu.”

Achmad ditanya komentarnya setelah Presiden Jokowi mengatakan dia tidak akan “tabrak hukum” terkait rencana pembebasan Abu dengan menekankan menandatangani dokumen setia kepada NKRI sebagai hal mendasar.

Jokowi mengatakan rencana pembebasan itu didasarkan pada aspek “kemanusiaan” karena usia dan kesehatan Ba’asyir. Namun dia menekankan “Kita ini juga ada sistem hukum yang harus kita lalui, ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, pembebasan syarat.”

Abu Bakar Ba'asyir
Presiden Jokowi mengatakan untuk bisa bebas bersyarat, Ba’asyir haru menandatangani surat pernyataan setia kepada NKRI dan Pancasila.

“Nah, syaratnya itu harus dipenuhi. Kalau ndak kan saya nggak mungkin nabrak. Ya kan? Contoh, setia pada NKRI, setiap pada Pancasila, itu basic sekali itu. Sangat prinsip sekali,” kata Jokowi kepada para wartawan Selasa (22/01).

Dia juga mengatakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, tengah mengkaji lebih lanjut.

Namun Achmad Michdan mengatakan dengan harus menandatangani dokumen taat kepada Pancasila, kondisi kembali seperti semula.

“Syarat yang mau dianulir itu yang sebetulnya menjadi kebijakan Pak Yusril, kebijakannya Pak Jokowi yang sudah dikonsultasikan ke Pak Yusril. Kalau itu pakai syarat lagi, sama kembali normal. Siapapun bisa itu, tidak perlu musti harus kebijakannya presiden untuk membebaskan,” kata Achmad.

Abu Bakar Beralasan

Dia juga menambahkan bahwa Ba’asyir juga mengatakan “kecintaan terhadap negara merupakan bagian dari iman.”

“Gak bisa diragukan. Bahkan dia ngomong kemarin, saya amat mencintai negara, bangsa serta rakyat Indonesia, itu statement saat kunjungan Yusril,” kata Achmad.

“Kan tinggal ditafsirkan, bahwa kecintaan terhadap negara kan lebih fleksible.. misalnya keyakinan kepada Islam dan kepada Pancasila dan barang kali itu tidak masalah. Kalau bicara Pancasila seolah-olah Islamnya tidak ada.. mestinya pandai ditafsirkan dan jangan kaku,” katanya lagi.

Menko Polhukam Wiranto dalam keterangan kepada pers Senin (21/01) menyatakan pembebasan Ba’asyir masih perlu pertimbangan terlebih dahulu, ” Dari aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya.”

Abu Bakar Ba'asyir
Abu Bakar Ba’asyir divonis 15 tahun penjara tahun 2011 lalu setelah dinyatakan terbukti mendanai pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Wiranto mengatakan Presiden Jokowi sangat memahami permintaan keluarga yang meminta Ba’asyir segera dibebaskan dengan alasan kesehatan.

“Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehesif guna merespons permintaan tersebut,” ujar Wiranto.

Jumat (18/01) lalu, Yusril Ihza Mahendra yang menjadi penasehat hukum pasangan capres Presiden Jokowi-Ma’ruf menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan memberikan pembebasan “tanpa syarat” kepada Abu Bakar.

Pembebasan dilakukan dengan alasan kemanusiaan, karena Ba’asyir dinilai sudah terlalu tua dan sudah menjalani 2 pertiga masa hukuman.

Ba’asyir sendiri di penjara untuk kedua kalinya tahun 2011 lalu, setelah dinyatakan bersalah dalam kasus pendanaan pelatihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Guru besar Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, UII Yogyakarta, Mahfud MD, menulis melalui Twitternya mengatakan tidak mungkin Ba’asyir bebas murni.

“Tak mungkin Abu Bakar Ba’asyir (ABB) dikeluarkan dengan bebas murni sebab bebas murni hanya dalam bentuk putusan hakim bhw ybs tak bersalah. Yang mungkin, sesuai dengan hukum yang berlaku, ABB hanya bisa diberi bebas bersyarat. Artinya dibebaskan dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi,” cuit Mahfud.

Twitter Mahfud MD

Dalam wawancara terpisah terkait rencana pembebasan Ba’asyir, Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ade Irfan Pulungan, menyatakan bahwa rencana pembebasan ini dilakukan untuk membuang stigma Jokowi anti-Islam.

Abu Bakar telah menjalani 9 tahun dari hukuman 15 tahun penjara yang dijatuhkan padanya pada 2011 karna mendanai pelatihan terorisme di Aceh.

Ba’asyir menolak menandatangani dokumen taat kepada Pancasila sebagai syarat pembebasan setelah menjalani 2 pertiga hukuman.

Namun dia mendapatkan “keringanan” dari Presiden Jokowi dengan pertimbangan “Kemanusiaan”.

Abu Bakar Ba'asyir
Abu Bakar Ba’asyir menekankan tak mau menandatangani dokumen taat kepada Pancasila.

“Kita membuang stigma yang sampai saat ini menyatakan Pak Jokowi itu tidak dekat dengan umat Islam, kan ternyata tidak terbukti,” ungkap Irfan.

“Melakukan kriminalisasi ulama, tidak ada kan? dengan seperti ini kan, itu menampik semuanya,” lanjutnya.

Meski demikian, Irfan seperti anggota TKN lainnya bersikukuh bahwa pembebasan Ba’asyir bukan untuk kepentingan elektoral. “Ya itu tadi,  karena kemanusiaan, kita berharap melihat dari sudut pandang aja.”

Untuk Tarik Simpat Muslim Konsevatif

Hurriyah, pengamat politik Universitas Indonesia, memandang terdapat motif politik di balik keputusan pembebasan Ba’asyir.

“Ketika suasananya adalah kontestasi elektoral, maka pertimbangan elektoral masuk disitu,” ujar Hurriyah.

Menurutnya, Jokowi memberikan pembebasan “tanpa syarat” kepada Ba’asyir karena tengah menyasar pemilih Muslim konservatif.

Target suara itu dipilih karena jumlah suara ceruk tersebut cukup signifikan dibanding yang lainnya.