Seputar Berita Terkini dan Terupdate SeIndonesia

MK Tolak Permohonan GKR Hemas soal Dualisme Kepemimpinan DPD

Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Jakarta, K24news Indonesia — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa dualisme kepemimpinan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diajukan oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas.

MK mengaku tak berwenang mengadili gugatan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) tersebut.

Lihat juga: Petugas KPPS Meninggal Dunia Tembus 272 Orang, 1.878 Sakit

“Menyatakan MK tidak berwenang mengadili permohonan para pemohon.” Ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa (30/4).

Hemas sebelumnya mengajukan gugatan SKLN lantaran tak terima dengan kepemimpinan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Ketua DPD. Merujuk pada aturan perundang-undangan, periode kepimpinan di DPD adalah lima tahun, bukan per 2,5 tahun seperti yang tercantum dalam Tata Tertib DPD.

Dalam pertimbangannya, hakim MK menyatakan bahwa gugatan pemohon tak termasuk sengketa kewenangan lembaga negara. Menurut hakim, sengketa yang terjadi adalah permasalahan internal antara pimpinan DPD.

Lihat juga: Bendungan Katulampa Siaga 2, Jakarta Waspada Banjir Kiriman

“Objek yang dipersengketakan juga tidak berkait dengan kewenangan DPD melainkan sengketa internal mengenai pemberhentian pemohon sebagai wakil ketua DPD,” kata Anwar.

Dualisme ini terjadi antara kepemimpinan Hemas dan Farouk Muhammad periode 2014-2019. Dengan kepemimpinan OSO bersama Nono Sampono dan Darmayanti Lubis yang memimpin DPD periode 2017-2019 selepas disepakati masa jabatan pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun.

Hemas kemudian diberhentikan sementara oleh Badan Kehormatan (BK) DPD karena faktor kehadiran. Pemberhentian sementara itu disebut tak terlepas dari konflik antara dirinya dengan OSO terkait kepemimpinan di DPD.

Lihat juga: KPK akan Panggil Menteri yang Disebut Beri Uang ke Bowo Sidik

Pada awal Januari, Hemas menemui Jokowi untuk membahas polemik kepemimpinan tersebut. Ia mengklaim mendapat dukungan dari Jokowi untuk menggugat dualisme kepemimpinan di DPD ke MK. Menurut dia, langkah tersebut adalah bagian dari upaya hukum melawan kepemimpinan OSO di DPD.

Polisi Cecar Komisioner KPU dengan 20 Pertanyaan Soal OSO

Pramono Ubaid Tanthowi

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi diberikan 20 pertanyaan oleh penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus pencalegan OSO.

K24News – Polisi Cecar  mengajukan 20 pertanyaan kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pemeriksaan terkait laporan pencoretan Oesman Sapta Odang (OSO) dari daftar calon tetap anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada Pemilu 2019.

“Tadi diberikan 20 pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan tentu harus kami jawab dengan sebaik-baiknya. Sesuai apa yang kami lakukan dan argumen kami yang selama ini kami bangun,” ujar Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi.

Pramono mengatakan pertanyaan yang diajukan seputar alasan KPU mengambil sikap yang telah dilakukan selama ini. Terkait pencalonan OSO, serta kronologis yang terjadi hingga keputusan itu diambil.

Lihat juga: Ahmad Dhani Berharap Bebas, Hadapi Vonis Ujaran Kebencian

“Kita jelaskan sebagaimana Argumen kita selama ini. KPU dalam menjalankan tahapan pemilu itu berdasarkan pada sumber hukum yang selama ini kita yakini dan sumber hukum paling tinggi adalah konstitusi,” kata Pramono.

Pramono menekankan pihaknya mengacu pad putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pengurus partai politik tidak boleh menjadi calon anggota DPD RI.

Oesman Sapta Odang (
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO).

Disisi lain, dia menekankan KPU juga tidak mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA). Yakni dengan memberikan kesempatan sebanyak 2 kali kepada OSO untuk masuk DCT sepanjang bersedia mengundurkan diri.

Pramono diketahui di periksa bersama dengan keluarga KPU Arief Budiman. Selanjutnya kepolisian akan memeriksa komisioner KPU RI lainnya.

Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum OSO, Herman Kadir, melaporkan Ketua KPU RI Arief Budiman dan Komisioner KPU RI lainnya ke Polda Metro Jaya, Rabu (16/1).

Lihat juga: Prabowo Sebut Menkeu Pencetak Uang 

Berdasarkan laporan Polisi Nomor: TBL/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, tim kuasa hukum OSO menuduh para komisioner KPU melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) terkait tidak melaksanakan perintah undang-undang atau putusan PTUN.

sebelumnya, putusan MA dan PTUN memenangkan gugatan OSO diakomodasi dalam daftar calon anggota DPD. Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) memutus bahwa anggota DPD tidak boleh berasal dari parpol, dan putusan itu berlaku saat diputuskan.

Sementara, Bawaslu memutuskan bahwa KPU harus mengakomodasi OSO dalam daftar caleg DPD  dengan syarat Ketua Umum Partai Hanura itu mengundurkan diri dari parpolnya.